JAKARTA | BritaHUKUM.com : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Prof Dr Asep Nana Mulyana SH MHum, kembali membuat kejutan dalam menerapkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ). Kali ini, hanya dalam tempo sehari sebanyak 16 perkara dihentikan penuntutannya berdasarkan RJ.
Jampidum, Prof Dr Asep Nana Mulyana SH MHum, (Foto: IST)
Jampidum Asep Mulyana, di Jakarta, Senin (08/7/2024), menyebutkan bahwa sebelumnya terhadap perkara-perkara tersebut telah dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain.
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
• Tersangka belum pernah dihukum.
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun.
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
• Pertimbangan sosiologis.
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Asep Mulyana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Asep. (bha/kp/agazali).