JAKARTA |BritaHUKUM.com : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadhil Zumhana, kembali membuat kejutan dalam kinerjanya yang layak diapresiasi. Hanya dalam tempo sehari Jampidum Fadhil Zumhana menyetujui penghentian penuntutan 29 perkara berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Jampidum Fadhil Zumhana (Foto: Istimewa)
Perkara-perkara itu adalah :
1. Tersangka Agus Nut Setiawan dari Kejari Bantul yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Iman Permana bin Rahmat dari Kejari Majalengka yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka M. Rifqi Tegar Nurahman bin Dede Herrie Rahsyu dari Kejari Majalengka yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Aris Setiawan bin Yusuf Wahyudin dari Kejari Kota Bandung yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Parmingotan als Ingot bin Afnrr Simanjuntak dari Kejari Kota Bandung yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.
6. Tersangka Robi Yuliawam als Hasni bin Nono Maryono dari Kejari Kota Bandung yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
7. Tersangka Kelvin Aregenis Kemaludin als Kevin bin Hari Kemaludin dari Kejari Kota Bandung yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.
8. Tersangka Kama Riki bin Abdul Karim dari Kejari Kabupaten Bekasi yang disangka melanggar Primair Pasal 362 jo. Pasal 367 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian dalam Keluarga Subsidair Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
9. Tersangka Ruswanto bin Warisan dari Kejari Kabupaten Bekasi yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
10. Tersangka Kristo M. Pantaw dari Kejari Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
11. Tersangka Rifaldo William Brayen Turang alias Ateng dari Kejari Minahasa yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) Subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
12. Tersangka Alandhika Josua Supit alias Alan dari Kejari Minahasa yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
13. Tersangka Tino anak Aken dari Kejari Sekadau yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman atau Kedua Pasal 406 Ayat (1) KUHP tentang Perusakan.
14. Tersangka M. Jaini bin Syahrufin dari Kejari Hulu Sungai Tengah yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2002 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
15. Tersangka Yanto bin Samsudin dari Kejari Hulu Sungai Tengah yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2002 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
16. Tersangka Azwar alias Azwat bin Ramli dari Kejari Polewali Mandar yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
17. Tersangka Ali Muhammad Yusuf alias Ali bin Taufik Syam dari Kejari Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
18. Tersangka Anggeska bin Andi dari Kejari Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
19. Tersangka Ramgga Saputra bin Suwsrni dari Kejari Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
20. Tersangka Niki Psrdede dari Kejari Jakarta Pusat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP Pencurian.
21. Tersangka Syawal Lubis dari Kejati Jakarta Pusat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
22. Tersangka Andriyas K alias Andre bin Karta Ningrat dari Kejari Merangin yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
23. Tersangka Ariyanto alias Anto bin (Alm) H. Makmun dari Kejari Merangin yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
24. Tersangka Bayu Kusums bin Bambang Hermani dari Kejari Merangin yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman.
25. Tersangka Andi Abdul Haris bin Andi Alwi dari Kejari Samarinda yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
26. Tersangka Saharul bin (Alm.) Abdul Rahman dari Kejari Bontang yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
27. Tersangka Sadri alias Sadri bin Jamal dari Kejari Lombok Timur disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) dan Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
28. Tersangka Budiono bin Ahmaf M dari Kejari Kotawaringin Barat yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
29. Tersangka Dodi Afrian Fanani alias Dodi bin Matrode dari Kejari Kotawaringin Barat yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) atau Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
– Tersangka belum pernah dihukum;
– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
– Pertimbangan sosiologis;
– Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Fadhil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadhil Zumhana. (beha/Kp/afendy/agazali)