SAMARINDA | BritaHUKUM.com – Kejaksaan Negeri Samarinda meriliis keberhasilan yang telah dirai jajaran Kejasaan dalam penegakan hukum selama Januari – Mei 2023 telah dua kali melakukan pemusnahan barang bukti dan menghentikan penuntutan 6 perkara berdasarkan Restorative Justice (RJ).
Hal tersebut di Sampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda, Firmansyah Subhan, SH, SH. melalui Rilisnya yang sampaikan Kasi Intel Kejaksaan Negeri Samarinda, Erfandy Rusdy Quiliem, SH, MH, Senin (29/5/2023).
Ket Foto: Pemusnahan Barang BuktiĀ di Kejakaaan Negeri Samarinda. (Foto: Istimewa).
Pada periode Januari – Mei 2023 telah melaksanakan 2 (dua) kali kegiatan pemusnahan barang bukti yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde).
Adapun rincian barang bukti yang dimusnahkan adalah sebagai berikut, pada hari Selasa, 21 Maret 2023 barang bukti dengan total 1.170 item yang dimusnahkan yaitu berupa Sabu-sabu, Ekstasi, Ganja, Sendok Penakar, Timbangan Digital, Plastik Klip, Pipet, Peralatan Judi, Kosmetik tanpa izin edar, Barang Elektronik, dan barang lainnya yang merupakan barang bukti dari Perkara Narkotika, Perkara Kamnegtibum dan TPUL serta Perkara Oharda.
Kegiatan Pemusnahan pada hari Rabu, 5 April 2023 atas Perkara Bea Cukai berupa Rokok Ilegal sebanyak 397 dus rokok merk SMITH, dan barang elektronik berupa 2 (dua) unit Handphone (Samsung A515F/D5n dan Xiaomi Redmi 5).
Kejaksaan Negeri Samarinda juga mendukung terobosan Jaksa Agung dalam mewujudkan Penegakan Hukum yang Humanis lewat penyelesaian perkara diluar pengadilan dengan pengajuan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice).
Selama Januari sampai – Mei Tahun 2023 telah melaksanakan pengajuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum sebanyak 7 perkara. Perkara yang sudah disetujui penghentian penuntutannya sebanyak 6 perkara dan masih ada 1 perkara yang saat ini sedang dalam proses pengajuan.
Bahwa penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif yang diajukan adalah atas perkara tindak pidana pencurian, perkara tindak pidana penganiayaan, perkara tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan perkara tindak pidana penipuan.
Kasi Intel Kejari Samarinda, Erfandy juga mengatakan yang menjadi dasar pertimbangan bagi Jaksa Penuntut Umum dalam melaksanakan Restorative Justice diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Adapun syarat dan ketentuannya adalah sebagai berikut:
Pasal 5 Ayat (1):
Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif dalam hal terpenuhi syarat sebagai berikut:
-
tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
-
tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan
-
tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Pasal 5 Ayat (6):
Selain memenuhi syarat dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dilakukan dengan memenuhi syarat:
a. telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh Tersangka dengan cara:
-
mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada Korban;
-
mengganti kerugian Korban;
-
mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana; dan/ atau
-
memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana;
b. telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka; dan
c. masyarakat merespon positif.
“Pencapaian kinerja awal tahun ini adalah momentum untuk melakukan refleksi atas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum yang mengusung terobosan Penegakan Hukum Humanis dan Modern”, pungkas Erfandy Rusdy Kasi Intel Kejari Samarinda. (beha/agazali).