JAKARTA | BritaHUKUM.com : Penerapan keadilan Restoratif atau Restoratif Justice yaitu penyelesaian perkara secara damai di luar persidangan, yang dicanangkan Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadil Zumhana, akhirnya kembali menghentikan penuntutan 31 perkara pidana umum yang diajukan beberapa Kejari.
Ket Foto: Jampidum Fadil Jumhana. (Foto: Istimewa)
Perlu mendapatkan apresiasi karena hanya dalam tempo sehari sebanyak 31 perkara pidana umum dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Sebelumnya, terhadap perkara-perkara itu dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Fadil Zumhana,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (15/03/2023).
Adapun 31 perkara yang disetujui permohonan RJ-nya adalah:
– Tersangka Sukaesi alias Evi binti Yaman dari Kejaksaan Negeri Pangkajene Kepulauan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
– Tersangka Muh Idris dari Kejaksaan Negeri Makassar yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) atau Ayat (4) jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
– Tersangka Hariati alias Ade binti Nurdin dari Cabang Kejaksaan Negeri Makassar di Pelabuhan Makassar yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
– Tersangka Fajarwati Rahayu binti Budi MR dari Cabang Kejaksaan Negeri Bone di Lapariaja yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
– Tersangka Muh. Rifki Apriliadi alias Ikki bin Uttang dari Kejaksaan Negeri Sinjai yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
– Tersangka Syamsul Alam alias Alam bin Abd Latief dari Kejaksaan Negeri Soppeng yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Subsidair Pasal 44 Ayat (4) jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
– Tersangka Husenudin alias Husein bin Beddu Ali dari Kejaksaan Negeri Soppeng yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
– Tersangka I Heni M. Bsno alias Heni dan Tersangka II Yowsn Bano alias Yowan dari Kejaksaan Negeri Boalemo yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
– Tersangka Fridolin Sayei Wagom dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Fakfak yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
– Tersangka Kevin Gonzales Surusn dari Kejaksaan Negeri Manokwari yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
– Tersangka Mahyuni alias Yuni bin Muhrani dari Kejaksaan Negeri Barito Selatan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
– Tersangka Teddy Runss alias Runss bin Nerson dari Kejaksaan Negeri Barito Timur yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
– Tersangka Farida Abdul Karim alias Farida dari Kejaksaan Negeri Ngada yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan
– Tersangka Helgardis Meo alias Egan Neto alias Egan dari Kejaksaan Negeri Ngada yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
– Tersangka Kotilda Ica Tay alias Ica dari Kejaksaan Negeri Ngada yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
– Tersangka Venantius Julu Uws alias Fenan dari Kejaksaan Negeri Ngada yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
– Tersangka Marjuki bin Sumino dari Kejaksaan Negeri Sragen yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
– Tersangka Naskah bin Tubi dari Kejaksaan Negeri Blora yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
– Tersangka Moh Shofii bin Marjono (Alm) dari Kejaksaan Negeri Pati yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
– Tersangka Zainabon binti alm. Acop dari Kejaksaan Negeri Lhokseumawe yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
– Tersangka Halimatusakdish alias Lia binti alm. Zainal Abidin dari Kejaksaan Negeri Lhokseumawe yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
– Tersangka Rizki Maulana bin alm. Abdullah dari Kejaksaan Negeri Lhokseumawe yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
– Tersangka Irmawan Muhammad bin Muhammad dari Kejaksaan Negeri Bireuen yang disangka melanggar Pasal 406 KUHP tentang Perusakan.
– Tersangka Abdullah bin Tgk Aleh dari Cabang Kejaksaan Negeri Pidie di Kotabakti yang disangka melanggar Pasal 378 tentang Penipuan jo. Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan jo. Pasal 55 KUHP.
– Tersangka Muhammad Ali alias Adek bin Mahsrajs dari Cabang Kejaksaan Negeri Pidie di Kotabakti yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan jo. Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan jo. Pasal 55 KUHP.
– Tersangka Ronaldi als Ronal bin Joni dari Kejaksaan Negeri Belitung Timur yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
– Tersangka Terimo bin Suyatdi dari Kejaksaan Negeri Bangka Tengah yang disangka melanggar Pasal 279 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pernikahan
– Tersangka Handwi Andre Ardiyansyah bin Rubianto dari Kejaksaan Negeri Belitung Timur yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
– Tersangka Sulbahri Hasibuan als. Ari dari Kejaksaan Negeri Sawahlunto yang disangka melanggar Kesatu Pasal 362 KUHP tentang Pencurian atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Ketiga Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
– Tersangka Helmi Tanjung Pgl Helmi dari Kejaksaan Negeri Pariaman yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
– Tersangka Robby Rahman Pgl Robby dari Kejaksaan Negeri Pariaman yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
– Tersangka belum pernah dihukum;
– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
– Pertimbangan sosiologis;
Jampidum Fadil Zumhana akhirnya memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. (beha/Jab/AA.Fendy/Agazali).