SAMARINDA | BritaHUKUM.com : Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), Firmansyah Subhan, S.H., M.H. telah menerbitkan Surat Ketetapan
Penghentian Penuntutan (SKP2) terhadap tersangka Andi Abdul Haris Bin Andi Alwi, Rabu (12/7/2023) sekitar pukul 17.00 Wita.
Ket : Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda, Firmansyah Subhan di dampingi JPU acara RJ tersangka Andi Abdul Haris Bin Andi Alwi, Rabu (12/7/2023). (Foto: Istimewa).
Penghentian Penuntutan (SKP2) terhadap Andi Abdul Haris Bin Andi Alwi, berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) yang dilakukan terhadap Andi Abdul Haris Bin Andi Alwi atas perkara Tindak Pidana Penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP, jelas Erfandi Rusdy Quiliem, dalam rilisnya Kamis (13/7/2023).
Dihadapan Tersangka beserta keluarganya Staff Seksi Tindak Pidana Umum, Penyidik dan Tokoh Masyarakat, Kajari Firmansyah Subhan melepaskan rompi tahanan terhadap Tersangka.
Adapun kronologi kejadian adalah, bahwa pada hari Selasa tanggal 25 April 2023 sekira pukul 09.00 WITA, awalnya terjadi
percekcokan antara Tersangka dan Korban yang dimana Tersangka dan Korban merupakan pasangan nikah siri.
Permasalahan terjadi karena kesalahpahaman, tersangka
mendatangi Korban dan melakukan penganiayaan dengan cara menendang mengenai bagian wajah korban sebany tiga kali, juga bagian dada juga kepala sebelah kanan sebanyak satu kali mengakibatkan Korban mengalami memar pada pipi sebelah kanan dan luka robek pada bibir bagian bawah, terang Erfandy dalam rilisnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Samarinda mempertimbangkan agar tersangka dan Korban dapat menempuh upaya penyelesaian perkara diluar pengadilan berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Tersangka baru pertama kali melakukan Tindak Pidana;
2. Ancaman Pidana pada Pasal yang dikenakan yaitu Pasal 351 KUHP dengan
ancaman pidana paling lama 2 (dua) tahun dan 8 (delapan) bulan.
3. Tersangka sudah meminta maaf kepada korban dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi;
DASAR HUKUM PELAKSANAAN RJ:
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 16 Tahun Tahun 2004 tentang Kejaksaan Rl;
2. Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan
Berdasarkan keadilan Restoratif (“PERJA Nomor 15 Tahun 2020”);
3 Surat Edaran Nomor : 01/E/EJP/02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (“SE Nomor : 01/E/EJP/02/2022”); dan
4. Surat Perintah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum untuk Penyelesaian Perkara Tindak Pidana;
5. Surat Perintah untuk Memfasilitasi Proses Perdamaian Berdasarkan Keadilan
Restoratif.
PERTIMBANGAN DILAKSANAKANNYA RJ:
Yang menjadi dasar pertimbangan bagi Jaksa Penuntut Umum dalam
melaksanakan Restorative Justice diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Dasar pertimbangan diberikan RJ,
Pasal 5 ayat (1):
Perkara tindak pidana di tutup, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2.500.000,00.
Pasal 5 Ayat (6):
Selain memenuhi syarat dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dilakukan dengan memenuhi syarat, tegas Kasi Intel Erfandi Rusdy Quiliem. (beha/agazali).