SANGATA | BritaHUKUM.com : Kejaksaan Negeri Kutai Timur (Kutim) Kalimantan Timur (Kaltim) menghentikan penuntutan terhadap Tersangka Muhammad Ridwan alias Cuplis bin (Alm) Suhardi berdasarkan Restorative Justice (RJ), Selasa (20/2/2023).
Kepala Kejaksaan Kutim, Romlan Robin, SH menyerahkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan terhadap Tersangka Muhammad Ridwan berdasarkan RJ, Rabu (21/2/2024). (Foto: Istimewa)
Kasi Pidum Kejari Sangata, Kutim, Bayu Fermady, SH Rabu (21/2/2023) menjelaskan Tersangka MR yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan Subsidair Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Adapun kronologi perkara berawal pada tanggal 07 Desember 2023 tersangka yang merupakan salah satu karyawan atau driver unit truk ekspedisi PT. Altran Guna Usaha menjual barang sembako dan non sembako milik PT. Altran Guna Usaha yang seharusnya diantarkan kepada customer dengan tujuan 6 (enam) toko pada Kabupaten Berau dan menggunakan uang tersebut untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, terang Bayu
Tersangka, MR, yang sebelumnya terjerat pasal 374 KUHP Sub. Pasal 372 KUHP dilakukan proses hukum sebagaimana ketentuan yang berlaku hingga dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti oleh penyidik Polsek Muara Wahau pada tanggal 07 Februari 2024.
Selanjutnya upaya RJ yang dilakukan oleh Plh. Kepala Seksi Tindak Pidana Umum serta jaksa fasilitator sehingga diperoleh perdamaian tanpa syarat antara korban PT. Altran Guna Usaha yang diwakili Manajemen perusahaan dengan pihak tersangka.
“Ekspose perkara RJ dengan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum pada tanggal 20 Februari 2024. Selanjutnya, Jampidum menyetujui permohonan RJ dari KN Kutai Timur,” ujar Kasi Pidum Bayu Fermady, SH.
Kepala Kejaksaan Negeri Kutai Timur Romlan Robin, SH secara resmi menghentikan penuntutan perkara berdasarkan permohonan RJ terhadap tersangka dan mengeluarkan tahanan atas nama MR pada tanggal 21 Februari 2024 untuk dikembalikan kepada pihak keluarga, beber Bayu.
Alasan disetujui dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan RJ antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, pungkas Kasi Pidum Bayu Fermady, SH. (beha/agazali)