JAKARTA | BritaHUKUM.com : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadil Zumhana kembali menyetujui permohonan penghentian penuntutan sebanyak 15 perkara pidana umum berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Ket Foto: Jam-Pidum Fadil Zumhana. (Foto: Istimewa).
Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam Siaran Pers Kamis (14/12/2023), menyebutkan bahwa sebelumnya terhadap perkara-perkara tersebut dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Fadil Zumhana.
Dari ke 15 perkara yang dihentikan penuntutannya sebegai berikut :
1. Tersangka CHRISTINA N.Y. Siregar dari Kejaksaan Negeri Simalungun, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
2. Tersangka Nadia Andjelita dari Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai, yang disangka
melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
3. Tersangka Roy Rogerst Rajagukguk alias Roy dari Kejaksaan Negeri Tebing Tinggi, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke 3e, 4e, dan 5e KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan Jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
4. Tersangka La Guna, SKM bin La Mbahido dari Kejaksaan Negeri Buton, yang disangka
melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Ibnu Hajar Widianto bin Marli Purwanto dari Kejaksaan Negeri Kolaka, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
6. Tersangka La Ode Muhamad Ramadan alias Adan bin La Ode Ringgasa dari Kejaksaan Negeri Muna, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka Emmi binti Pak Nayati Ali dari Kejaksaan Negeri Jember, yang disangka
melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka Marten Triasbiy Antara dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang, yang
disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
9. Tersangka Bagoes Mahendra Putra alias Bagus bin Warsono dari Kejaksaan Negeri
Sidoarjo, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
10. Tersangka Widianto bin Sukardi dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka
melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
11. Tersangka Wuladi Bima Amrulloh dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka
melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
12. Tersangka Abdul Latif Tri Putra bin Mat Runda dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
13. Tersangka Alfi Sahrul Aziz bin Ridho Handoko dari Kejaksaan Negeri Kota Pasuruan, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 dan ke-5 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
14. Tersangka Josua Septian Siboro alias Josua dari Kejaksaan Negeri Langkat, yang
disangka melanggar Pasal 111 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang
Perkebunan atau Pasal 107 Huruf d Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan atau Pasal 363 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
15. Tersangka Renaldy dari Kejaksaan Negeri Asahan, yang disangka melanggar Pasal 107 Huruf d Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan atau Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Ketut Sumedana mengatakan, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
– Tersangka belum pernah dihukum;
– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
-Pertimbangan sosiologis;
– Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. (beha/rls/agazali).