JAKARTA | BritaHUKUM.com : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jam Pidum) Kejaksaan RI, Fadil Zumhana, menyetujui sebanyak 17 perkara pidana umum dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ) diantaranya dua Perkara dari Kaltim, 1 dari Kejari Samarinda dan 1 dari Kejari Kutai Timur.
JamPidum Fadil Zumhana (Foto: Istimewa)
Jampidum Fadil Zumhana dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (20/2/2024), menyebutkan bahwa 17 perkara tersebut adalah dua perkara duantaranya dari Kejari Samarinda dan Kejari Kutim, adalah :
1. Tersangka Orisman Zendrato alias Oris dari Kejaksaan Negeri Gunungsitoli, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Yasozisokhi Harefa alias Ama Zibol dari Kejaksaan Negeri Gunungsitoli, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Edi Fitri Adi alias Edi bin Sabran dari Kejaksaan Negeri Sekadau, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1), Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
4. Tersangka Surianto alias Sur bin Adhar dari Kejaksaan Negeri Sekadau, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Ibrahim Telaumbanua dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Mentawai, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) atau Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
6. Tersangka Mohammad Hanif Afandi bin Choirul Anam dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
7. Tersangka Samsul bin Purito dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
8. Tersangka Soleh bin Latif dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
9. Tersangka Slamet bin Nawan dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
10. Tersangka Siti Muliaijah alias Icha binti Kodim dari Kejaksaan Negeri Ngawi, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
11. Tersangka Agus Suprastyo anak dari Sutrisno dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
12. Tersangka Pagi dari Kejaksaan Negeri Sidoarjo, yang disangka melanggar Pasal 406 KUHP tentang Pengerusakan.
13. Tersangka M. Atrawi dari Kejaksaan Negeri Sumenep, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
14. Tersangka Muhammad Ridwan alias Cuplis bin (Alm.) Suhardi dari Kejaksaan Negeri Kutai Timur, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan Subsidair Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
15. Tersangka I Raden Heru Perdatadi Kusumah bin (Alm.) Raden Ismet Kurniali dan Tersangka II Rianto anak dari Salmon Rokka dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
16. Tersangka Emanuel Nyoman Nisa alias Eman dari Kejaksaan Negeri Ngada, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) dan Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
17. Tersangka Neli Fahiymu alias Neli binti Fahiymu dari Kejaksaan Negeri Baubau, yang disangka melanggar Kesatu Pasal 35 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia atau Kedua Pasal 36 jo. Pasal 23 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia atau Ketiga Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada, Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas Fadil Zumhana. (beha/kp/agazali)