JAKARTA| BritaHUKUM.com : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan RI, Fadil Zumhana, kembali menyetujui 13 perkara pidana umum dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Jampidum Fadil Jumhana (Foto: Istimewa)
Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, kepada wartawan di Jakarta, Senin (22/1/2024), mengatakan bahwa sebelumnya perkara-perkara tersebut dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Fadil Zumhana.
Perkara tersebut adalah:
1. Tersangka Muhammad Fazzeriannor Baser bin Basrani dari Kejaksaan Negeri Tanah Laut, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
2. Tersangka Devan Sabdana Putra bin Sutiman dari Kejaksaan Negeri Sukoharjo, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
3. Tersangka Okta Kristawanto alias Pesek bin (Alm) Yorimtawino dari Kejaksaan Negeri Wonogiri, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Kedua Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Aulia Hasanopa alias Opa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
5. Tersangka Raka Andriantama bin Asep Kosasih dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
6. Tersangka Ari Silaban bin Bilmar dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
7. Tersangka Abdul Jalil Usman alias Iwan dari Kejaksaan Negeri Sumba Timur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka Damianus Babu Tulu alias Dami dari Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
9. Tersangka Simon Eko alias Simon dari Kejaksaan Negeri Sidoarjo, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
10. Tersangka Rahman Lambeli alias Aman dari Kejaksaan Negeri Manokwari, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
11. Tersangka Kristian Wanma dari Kejaksaan Negeri Sorong, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
12. Tersangka Sirjon Umar alias Sirjon dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
13. Tersangka Ledis Setiawan bin Kornain dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Timur, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Jo. Pasal 301 Jo. Pasal 162 Ayat (1) huruf c Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
– Tersangka belum pernah dihukum;
– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun;
– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
– Pertimbangan sosiologis;
– Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
‘Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas Fadil Zumhana. (beha/kp/agazali).