JAKARTA | BritaHUKUM : Jampidum Kejagung, Fadil Zumhana, menyetujui 11 perkara pidana umum di beberapa kantor Kejari di Indonesia, dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Jampidum Fadil Jumhana (Foto: Istimewa)
Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (07/3/2024), menyebutkan, kesebelas perkara tersebut adalah :
1. Tersangka Ujang Suhardi bin (Alm.) Tarta Daud dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) dan Pasal 312 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
2. Tersangka Mizan Firdaus, S.H. dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) KU dan Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
3. Tersangka Christian Joshua Gerry Sangian dari Kejaksaan Negeri Manado, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Maikel Victor Kamagi dari Kejaksaan Negeri Minahasa Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Milenium Tumbelaka alias Milen dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Abdul Gafur Paputungan alias Apu dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
7. Tersangka Marsio Carlos Hamade alias Sio dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka Hariando Wahani alias Aden dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
9. Tersangka Rayun Hutagaol dari Kejaksaan Negeri Asahan, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atau Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
10. Tersangka Mohammad Shokhiful Human bin Harnoto dari Kejaksaan Negeri Semarang, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
11. Tersangka Alif Firmansyah bin Rifangi dari Kejaksaan Negeri Semarang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas Fadil Zumhana. (bha/kp/agazali).