JAKARTA | BritaHUKUM.com : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan RI, Prof Asep Mulyana, menyetujui 10 perkara dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
JamPidum Prof. Asep Mulyana (Foto: IST)
Jampidum Asep Mulyana, Senin (29/7/2024) di Jakarta mengatakan, sebelumnya terhadap perkara tersebut terlebih dahulu dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual.
Kesepuluh perkara tersebut adalah :
1. Tersangka Halimah binti Hapli dari Kejaksaan Negeri Prabumulih, yang disangka melanggar 362 KUHP tentang Pencurian.
2. Tersangka Andri Laminggu alias Andri dari Cabang Kejaksaan Negeri Ambon di Banda Neira, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Perbuatan Penganiayaan.
3. Tersangka Ahmad Khalifah als Bendot Ak. Ahmad dari Kejaksaan Negeri Sumbawa, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Hendrikus Pati alias Endi dari Kejaksaan Negeri Ngada, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Dionisius Kila als Dion dari Kejaksaan Negeri Ngada, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Pahmi Adi Putra bin Anwar Sultan Saidi dari Kejaksaan Negeri Lahat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
7. Tersangka Erdi Ambara bin Kasmir dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penadahan.
8. Tersangka Facri Husaini Hsb bin M Ishak Sufi dari Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
9. Tersangka Memi Kuswirawati Als Memi binti Amir Husen dari Kejaksaan Negeri Lebong, yang disangka melanggar Pasal 406 Ayat (1) KUHP tentang Perusakan.
10. Tersangka Keken Afibriasan bin Irawan dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum.
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
• Pertimbangan sosiologis.
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Asep Mulyana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkasnya. (bha/afendy/kp/agazali).