SAMARINDA | BritaHUKUM.com : Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur (Kaltim) telah menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) H Fazri DKK atas perkara dugaan pemberian keterangan palsu dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Samarinda yang di laporkan James Bastian Tuwo, SH ke Polda Kaltim beberapa waktu yang lalu.
Hal tersebut dibenarkan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim, Toni Yuswanto, SH, MH yang di konfirmasi pewarta Jumat (01/9/2023).
“Info dari Kasi TPUL baru SPDP yang diterima,” ujar Tonny singkat.
Ket Foto: James Bastian Tuwo, SH (Foto: Istimewa).
Sebelumnya Pelapor James B Tuwo selaku Pelapor mengatakan terkait dugaa memberikan keterangan palsu dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Samarinda oleh H Fazri & DKK telah dinaikan ketahap penyidikan dengan disampaikannya SPDP kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur (Kaltim) di Samarinda.
Dengan diterimanya SPDP, Kejati Kaltim telah mengeluaran Surat perintah penunjukan penuntut umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan perkara tindak pidana, Print.702B/O.4.4/Eku.I/05/2023 tanggal, 26 Mey 2023, terang James B Tuwo yang juga berprofesi sebagai Advokad dengan memperliatkan suratnya.
Dikatakan James Bastian Tuwo mantan anggota DPRD Kaltim bahwa, terlapor Fazri DKK yang diduga telah melakukan tindak pidana dengan memberikan keterangan palsu kedalam akte authentiek sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 264 KUHP dan atau Pasal 266 KUHP pada sidang perdata di PN Samarinda yang sangat merugikan dirinya.
Saya memiliki 3 bidang tanah di Jalan Siradj Salman dahulu Jalan P Antasari II RT.26 Kelurahan Teluk Lerong Ilir, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, dengan dasar surat Keterangan Melepaskan Hak Atas Tanah atas nama M Rudi tanggal 10 Desember 2001 dengan luas ± 765 M². Kedua surat Keterangan Melepaskan Hak Atas Tanah atas nama M Rusdi tanggal 10 Desember 2001 dengan luas ± 673 M², dan ketiga surat Keterangan Melepaskan Hak Atas Tanah atas nama Syafruddin MS tanggal, 10 Desember 2001 seluas ± 2.000 M².
Sebagai korban yang tanahnya di eksekusi oleh PN Samarinda, James Bastian Tuwo juga mengatakan laporan kasusnya ke Polda Kaltim juga disertakan Pendapat Hukum Dr.Ivan Zairani Lisi,SH, S.Sos, M.Hum selaku Koordinator Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda.
Dikatakan bahwa dalam penerapan Pasal 264 tidak terlepas dari semua unsur yang ada dalam pasal 263 KUHP baik unsur obyektifnya maupun pada subyektifnya, dimana yang menyebabkan diperberatnya pemalsuan surat yang ada pada pasal 264 terletak pada faktor dari jenis macam suratnya, dimana surat-surat tertentu yang menjadi obyek kejahatan adalah surat-surat yang mengandung kepercayaan yang lebih besar akan kebenaran terhadap isi dari surat terrsebut. Dimana surat itu mempunyai derajat kebenaran yang lebih tinggi daripada surat-surat biasa atau surat-surat lainnya.
Kepercayaan yang lebih besar terhadap kebenaran akan isi dari surat itulah yang menyebabkan diperberatnya ancaman pidananya.
Penerapkan Pasal 264 Ayat 1 KUHP unsur Subyektif, untuk dapat dihukum dalam tindak pidana ini, pada diri si petindak sudah ada niatan untuk memakai akta itu yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu.
Adanya unsur kesengajaan (bijkomend oogmerk) atau suatu maksud untuk
menggunakannya seolah-olah keterangannya dalam salah satu isi dari akta sesuai dengan kebenarannya. Karenanya, seseorang yang sengaja memakai akta tersebut padahal diketahuinya bahwa keadaan dari isi dari akta itu tidak benar. Menurut hukum orang yang menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akta danggap telah menggunakan akta tersebut.
Bahwa, penggunan akta sertifikat tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 1758, dan Sertifikat Hak Milik Nomor 1952, yang telah diserahkan lepada majelis hakim, maka unsur dengan sengaja maksud untuk memakai atau menyuruh memakail seolah-olah keterangan itu sesuai dengan kebenaran, telah terpenuhi.
Dengan demikian, penerapan Pasal 266 Ayat 1 KUHP dan Pasal 266 Ayat 2 KUHP, dalam kasus tersebut diatas sudah memenuhi unsur dan bisa diterapkan.
“Dari pendapat hukum tersebut berarti dalam kasus ini penyidik bisa menetapkan tersangkanya,” pungkas James Bastian Tuwo, SH. (beha/agazali).