JAKARTA | BritaHUKUM.com : Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadil Zumhana, kembali menyetujui 6 perkara pidana umum dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Kejaksaan Agung RI (Foto: Ist)
Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (05/03/2024), mengatakan, keenam perkara itu adalah;
1. Tersangka Ardian Yosafet Xavier dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Kupang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Kornelis Yohanes Tade alias Konis dari Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Tony P bin (Alm.) Partono dari Kejaksaan Negeri Prabumulih, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
4. Tersangka Jimi Ardiansyah Ananda als Jimi bin Haryadi dari Kejaksaan Negeri Rejang Lebong, yang disangka melanggar Pasal 76C KUHP jo. Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
5. Tersangka Hanan Fahlevi als Aan bin Suherman dari Kejaksaan Negeri Bengkulu, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Silfester Balamau alias Feki dari Kejaksaan Negeri Halmahera Utara, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) KUHP Pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (,RJ)
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas Fadil Zumhana. (bha/kp/agb468).