JAKARTA | BritaHUKUM.com : Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jampidum Asep Mulyana menyetujui 6 perkara pidana umum dihentikan penuntutannya berdasarkan penerapan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Jaksa Agung ST Burhanuddin (Foto: IST).
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, Rabu (17/7/2024), di Jakarta, menyebutkan bahwa sebelumnya terhadap perkara-perkara tersebut terlebih dahulu dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual.
Adapun keenam perkara itu adalah :
1.Tersangka Sayyid Rahmatullah als Yid als Rendi bin Junaidi dari Kejaksaan Negeri Bangka Barat, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
2.Tersangka Febrianto.S alias BIM bin Yohanes Irianto dari Kejaksaan Negeri Polewali Mandar, melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3.Tersangka Muhammad Syahrizal bin Azhar Safawi dari Kejaksaan Negeri Lhokseumawe, melanggar 80 Ayat (1) Undang Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
4.Tersangka Kholik Umar als Kholik bin Jamari (Alm) dari Cabang Kejaksaan Negeri Bangka di Belinyu, melanggar Pasal 44 Ayat (1) jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
5.Tersangka Dian Novita Sari binti Sahri dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
6.Tersangka Budiman bin Suherman dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir, melanggar Pasal 335 Ayat (1) Ke-1 KUHP tentang Pengancaman.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
• Tersangka belum pernah dihukum.
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun.
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
• Pertimbangan sosiologis.
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Asep Mulyana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” katanya. (bha/kp/agazali).