JAKARTA | BritaHUKUM.com : Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jampidum Fadil Zumhana mengabulkan permohonan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ) yang diajukan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Samarinda, Firmansyah Subhan, S.H, M.H, Senin (26/2/2024).
Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda, Firmansyah Subhan,S.H., M.H. yang didampingi oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Umum, Indra Rivani, S.H., M.H. dan Jaksa Fasilitator, Sondang Tuo Lestari, S.H., Senin (26/2/2024). (Foto: Istimewa)
“Ada 6 perkara yang dikabulkan permohonan RJ-nya. Dua perkara dari Kejari Samarinda.
Dua perkara yang dikabulkan permohonan RJ-nya dari Kejari Samarinda adalah:
1. Tersangka Junaedi alias Dedi bin (Alm.) Mansur, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
2. Tersangka Tamrin bin Daeng Talli, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Selain itu, terdapat 4 perkara lain yang dikabulkan permohonan RJ-nya, yakni :
1. Atas nama Tersangka Febiana Oroh alias Eva dari Kejari Mibahasa yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Sukarman als Kremek bin Arjo Sentono (Alm.) dari Kejaksaan Negeri Klaten, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
3. Tersangka Sutarji bin Alm. Suhar dari Kejaksaan Negeri Semarang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Azhar alias Degur dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana.
Kasi Inteljen Kejari Samarinda, Erfandy Rusdy Quiliem, S,H. M.H, membenarkan bahwa hari ini Senin (26/2/2024) Jampidum setujuh 2 Tersangka di hebtikan penuntutan berdasarkan RJ.
Tadi pagi Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda, Firmansyah Subhan,S.H., M.H. yang didampingi oleh Kepala Seksi Tindak
Pidana Umum, Indra Rivani, S.H., M.H. dan Jaksa Fasilitator, Sondang Tua Lestari, S.H., telah melaksanakan ekspose (pemaparan) perkara Restorative Justice kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM PIDUM) Kejaksaan RI, terhadap 1(satu) perkara yang dilakukan oleh Tersangka J dan T disangka telah melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP, pungkas Kasi Inteljen Erfandy. (bh/kp/agazali)