JAKARTA | BritaHUKUM.com : Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jampidum Fadil Zumhana kembali menyetujui sebanyak 9 perkara pidana umum dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Jaksa Agung ST Burhanuddin. (Foto: IST)
Jampidum Fadil Zumhana, Kamis (14/3/2024), di Jakarta, menyebutkan, perkara tersebut adalah :
1. Tersangka Amri bin H. Abbas dari Kejaksaan Negeri Nunukan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
2. Tersangka Mansyur Ali alias Mansyur bin Ali dari Kejaksaan Negeri Pangkajene Kepulauan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Deni Anitra Wijaya bin A. Rahman dari Kejaksaan Negeri Lampung Timur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Ruslan bin Marsak dari Kejaksaan Negeri Lampung Timur, yang disangka melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP tentang Penadahan.
5. Tersangka M. Halid alias Iteng bin Sawita dari Kejaksaan Negeri Pesawaran, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
6. Tersangka M. Arpah alias Kentung bin (Alm.) Mudesing dari Kejaksaan Negeri Tanjung Jabung Barat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
7. Tersangka Muhammad Fikri alias Cemong bin Ma’mur dari Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka Bambang Irawan als Jawel bin Zainal (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kepahiang, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Subsidair Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
9. Tersangka Iwang Wiguna bin Rifdi Agus dari Kejaksaan Negeri Dumai, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas Fadil Zumhana. (bha/kp/agazali).