MAKASSAR | BritaHUKUM.com : Hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) mogok kerja atau cuti massal menuntut akan ketidakadilan dan kesejahteraan terhadap hakim, sebagai bentuk solidaritas hakim seluruh Indonesia yang di gelar, Senin (7/10/2024)
Hakim PN Makassar, Sulsel lakukan aksi mogok kerja, Senin (7/10/2024). (Foto: IST)
Humas PN Makassar Subali. Kepada Wartawan di Makassar, Senin (7/10/2024) mengatakan, sksi damai itu digelar di PN Makassar, sekitar pukul 08.30 Wita pagi tadi menyoroti pekerjaan hakim yang memiliki risiko kerja yang besar, namun minim mendapatkan perlindungan.
“Inilah proses panjang sejak 2012 sampai sekarang 2024, tidak ada sebuah perubahan yang secara signifikan yang dilakukan pemerintah dalam hal ini negara, terutama tentang perlindungan kesejahteraan bagi para hakim yang ada di seluruh Indonesia terutama hakim-hakim kita yang di pelosok-pelosok sana, yang berada di kepulauan di sana, terus risiko-risiko kerja yang sangat luar biasa,” ujar Sibali.
Menurutnya, hakim sebagai penegak hukum perlu diprioritaskan. Aksi ini dilakukan untuk menekan pemerintah agar memperhatikan kesejahteraan hakim yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012.
“Kami adalah penegak hukum, penentu yang terakhir dalam hal keadilan perlu juga diprioritaskan,” ujarnya.
“Oleh sebab itu, maka kami atas nama Solidaritas Hakim Indonesia melakukan aksi damai untuk melakukan penekanan kepada pemerintah untuk bisa memperhatikan kondisi-kondisi para hakim, terutama kesejahteraan para hakim yang diatur dalam PP 94,” terang Subali.
Sibali berharap mudah-mudahan dalam waktu dekat untuk melakukan tindakan-tindakan prioritas untuk melakukan perubahan-perubahan terkait dengan kesejahteraan para hakim terutama gaji pokok hakim itu sendiri dan kesejahteraan keluarganya,” harapnya.
Hakim PN Makassar, Johnicol Richard Frans Sine menambahkan, aksi ini menindaklanjuti pemerintah yang tidak merespons putusan hak uji materiil yang memerintahkan Menteri Keuangan RI untuk melakukan peninjauan kembali atas PP Nomor 94 Tahun 2012.
“Kami tidak tinggal diam, kami ayam jantan dari timur, kami siap mendukung apapun itu bentuk keputusan (solidaritas hakim Indonesia) agar yang penting mendapat atensi dari Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar Johnicol.
Selain itu, dia menuturkan bahwa teror atau intimidasi sudah menjadi hal biasa bagi hakim. Namun, atas kondisi itu mereka juga menuntut perlindungan.
“Kami minta perhatian lebih karena hakim ini pada prinsipnya jauh tinggal dari keluarga, ke mana-mana dia sendiri tanpa pengawalan ataupun pengamanan,” ujarnya.
“Kalau ancaman teror dan intimidasi dan tekanan itu sudah hal yang biasa, kami sadar itu. Tetapi bagaimana pemerintah menepati janjinya untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman berdasarkan Pasal 24 UU Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi dasar,” sambungnya.
Berikut 4 tuntutan hakim PN Makassar dalam aksi mogok kerja:
1. Meminta Negara dalam hal ini Pemerintah dan DPR RI untuk melakukan pemenuhan hak hakim atas kesejahteraan dan perumahan dengan melakukan revisi terhadap PP No. 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim, Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2013 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Ad Hoc, Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2013, dan melakukan penyesuaian atas kondisi ekonomi faktual saat ini, serta mempertimbangkan besarnya tanggungjawab profesi hakim dan menyesuaikan dengan standart hidup yang layak. Revisi yang kami harapkan tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek atau saat ini saja, namun kami berharap Pemerintah melakukan penyesuaian secara berkala setiap tahunnya terhadap hak atas keuangan para hakim.
2. Mendorong Pemerintah dan DPR RI untuk memberikan pemenuhan hak atas fasilitas yang layak bagi Hakim, utamanya hak atas perumahan, transportasi dan kesehatan. Terhadap hakim yang ditempatkan di daerah terluar, terpencil, dan di daerah kepulauan agar dapat diberikan tunjangan emahalan, dan khusus terhadap Hakim Ad Hoc agar dapat diberikan tunjangan pajak (PPH 21) dan tunjangan purna tugas.
3. Mendorong Negara dalam hal ini Pemerintah untuk memberikan jaminan keamanan bagi Hakim dalam pelaksanaan tugasnya yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Selain itu, juga mendorong Pemerintah dan DPRRI untuk membahas dan mengesahkan RUU Contempt of Court yang memberikan perlindungan bagi kehormatan pengadilan.
4. Mendorong Negara dalam hal ini Pemerintah dan DPR RI untuk pengesahan RUU Jabatan Hakim. Beberapa peraturan per-UU-an pada fungsi yudikatif telah menempatkan hakim sebagai pejabat negara. Baik Hakim karir maupun Hakim Ad Hoc secara bersama-sama sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, oleh karena itu baik Hakim Karir maupun Hakim Ad Hoe sebagai pelaksana fungsi yudisial harus ditetapkan sebagai pejabat negara.
Kami Hakim berjanji untuk:
1. Menjaga integritas, kemandirian, kejujuran
2. Memberikan pelayanan yang profesionalitas kepada masyarakat pencari keadilan.
3. Memberikan pelayanan yang akan akuntabel, responsif dan keterbukaan.
4. Memberikan pelayanan yang tidak berpihak dan perlakuan yang sama di hadapan hukum.(bha).