Ket Foto: Dr Fadhil Zumhana, SH, SH, Jampidum Kejagung (Istimewa)
JAKARTA | BritaHUKUM.com : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Dr Fadhil Zumhana SH MH, dalam menerapkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ) kepada masyarakat pencari keadilan.
Kinerja Jampidum layak diapresiasi, hanya dalam tempo sehari Jampidum Dr Fadhil Zumhana SH MH melalui sarana virtual menghentikan penuntutan sebanyak 30 perkara pidana umum yang tersebar di kantor-kantor kejaksaan negeri di seluruh Indonesia, jelas Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan di Jakarta, Selasa (20/6/2023).
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice antara lain:
– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
– Tersangka belum pernah dihukum;
– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
– Pertimbangan sosiologis;
– Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Fadhil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Hal tersehut sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” ujar Fadhil Zumhana sebagaimana disampaikan Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana. (beha/fendi/agazali)