SAMARINDA | BritaHUKUM.com – Kejaksaan Negeri Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menghentikan Penuntutan dengan menerbitkan Surat Penghentian Penuntutan (SKP2) terhadap tersangka Baso Mulyadi Bin Baso Muhammad Amin, Rabu (31/5/2023).
Ket Foto: Kajari Samarinda, melepaskan rompi tahanan dan menggantinya dengan baju putih, Rabu (31/5/2023) (Foto: Ist)
Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda Firmansyah Subhan, S.H, M.H, melalui Kasi Intel Erfandy Rusdy Quiliem, S.H, M.H, pada Rilisnya Rabu (31/5/2023) sore mengatakan, adapun penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) yang dilakukan terhadap Baso Mulyadi Bin Baso Muhammad Amin adalah atas perkara Tindak Pidana Penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP.
Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda menyerahkan SKP2 kepada Tersangka, disaksikan oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Umum, Kepala Seksi Intelijen, Jaksa Penuntut Umum, Korban, Keluarga Korban, Keluarga Tersangka, Staff Seksi Tindak Pidana Umum dan Tokoh Masyarakat. Setelah dilakukan penandatanganan SKP2, kemudian dilanjutkan dengan seremonial pelepasan rompi tahanan terhadap Tersangka.
Untuk diketahu bahwa perbuatan tersangka Baso, pada hari Rabu tanggal 15 Maret 2023 sekitar jam 02.34 WITA bertempat di Jalan KH. Harun Nafsi Kelurahan Rapak Dalam Kecamatan Loa Janan Ilir Kota Samarinda, Tersangka menghubungi Korban dengan cara chat di HP dengan berpura-pura sebagai karyawan Korban yang berinisial D. Tersangka meminta agar Korban memberikan pinjaman / kas bon dengan dalih orang tua sedang sakit dan perlu pengobatan. Selanjutnya perbuatan Tersangka tersebut berhasil menggerakkan Korban untuk memberikan uang kepada Tersangka sebesar Rp 500.000,- dengan cara ditransfer melalui nomor rekening yang diberikan oleh Tersangka. Bahwa beberapa saat kemudian Korban mengecek kepada D dan diketahui bahwa D tidak pernah mengirim chat perihal untuk pinjam uang / kas bon.
Selanjutnya pada hari Minggu tanggal 19 Maret 2023 sekitar jam 16.30 WITA bertempat di Jalan Sultan Hasanudin Kelurahan Baqa Kecamatan Samarinda Seberang Kota Samarinda, Tersangka menghubungi Korban melalui chat dengan berpura-pura sebagai F yang merupakan karyawan Korban. Tersangka meminta agar Korban tersebut mengirimkan uang ke rekening tertentu sebagai ongkos perjalanan ke Samarinda dan Tersangka dengan mengatakan uangnya akan dikembalikan dari gaji F. Bahwa perbuatan Tersangka tersebut telah menggerakkan Korban untuk mentransfer uang senilai Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah) ke rekening yang telah diberikan oleh Tersangka kepada Korban, sehingga total kerugian korban senilai Rp 2.500.000,- dimana uang tersebut digunakan tersangka untuk keperluan pribadinya.
Ket Foto: JPU Kejari Samarinda bersama tersangka Baso usai pelaksanaan RJ Rabu (31/5/2023). ( Foto: Ist)
Kasi Intel Erfandy juga menjelaskan atas pertimbangan Jaksa Penuntut Umum, tersangka yang baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun sehingga mempertimbangkan agar Tersangka dan Korban dapat menempuh upaya penyelesaian perkara diluar pengadilan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice).
Bahwa atas perkara ini telah dilakukan pertemuan antara Korban dan Tersangka pada 19 Mei 2023. Jaksa Penuntut Umum sebagai fasilitator mempertemukan pihak yang terlibat sebagai upaya mediasi untuk pelaksanaan Restorative Justice. Dalam pertemuan untuk upaya mediasi tersebut, Tersangka telah meminta maaf secara langsung kepada Korban dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Bahwa Korban tidak merasa keberatan menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan dan bersedia untuk memaafkan Tersangka. Adapun hasil dari mediasi ini adalah pihak Korban dan Tersangka sepakat untuk berdamai dan saling memaafkan.
Bahwa Pada Senin, 29 Mei 2023, Kejaksaan Negeri Samarinda telah melakukan ekspose/pemaparan perkara kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Dr. Fadil Zumhana) untuk memperoleh persetujuan atas permohonan penyelesaian perkara berdasarkan Restorative Justice (Keadilan Restoratif). Hadir dalam kegiatan ekspose, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan RI yang diwakili oleh Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (OHARDA), Agnes Triyanti, S.H. M.H., Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, Dr. Harli Siregar S.H., M.Hum., Asisten Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda, Koordinator di Bidang Pidum Kejati Kaltim, Kasi/JPU Bidang Pidum Kejati Kaltim, dan Kasi Pidum dan JPU Kejaksaan Negeri Samarinda.
Erfandy Rusdy Kasi Intel Kejari Samarinda juga menjelaskan dasar hukum pelaksanaan RJ yaitu:
-
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI;
-
Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan keadilan Restoratif (“PERJA Nomor 15 Tahun 2020”);
-
Surat Edaran Nomor : 01/E/EJP/02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (“SE No.: 01/E/EJP/02/2022”); dan
-
Surat Perintah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum untuk Penyelesaian Perkara Tindak Pidana;
-
Surat Perintah untuk Memfasilitasi Proses Perdamaian Berdasarkan Keadilan Restoratif.
PERTIMBANGAN DILAKSANAKANNYA RJ:
Adapun yang menjadi dasar pertimbangan bagi Jaksa Penuntut Umum dalam melaksanakan Restorative Justice diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Adapun syarat dan ketentuannya adalah sebagai berikut:
Pasal 5 Ayat (1):
Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif dalam hal terpenuhi syarat sebagai berikut:
-
tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
-
tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan
-
tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Pasal 5 Ayat (6):
Selain memenuhi syarat dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dilakukan dengan memenuhi syarat:
a. telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh Tersangka dengan cara:
-
mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada Korban;
-
mengganti kerugian Korban;
-
mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana; dan/ atau
-
memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana;
b. telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka; dan
c. masyarakat merespon positif.
Bahwa setelah dilakukan Ekspose/Pemaparan Perkara dan setelah melakukan pertimbangan, JAM PIDUM menyetujui permohonan yang diajukan dan memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (beha/agazali)