JAKARTA|BritaHUKUM.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali bikin kejutan dalam penerapan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ) yakni penyelesaian perkara secara damai di luar pengadilan. Dalam tempo sehari sebanyak 31 perkara pidana umum dihentikan penuntutannya oleh Kejagung berdasarkan RJ.
Ket Foto: Jampidum Fadil Jumhana. (Foto: Istimewa)
Berdasarkan keterangan yang dihimpun wartawan, Selasa (09/05/2023), menyebutkan, sebelum disetujui untuk dihentikan, terhadap perkara-perkara itu terlebih dahulu dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Kejagung Fadil Zumhana.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini, antara lain:
– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
– Tersangka belum pernah dihukum;
– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
– Pertimbangan sosiologis;
– Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas Fadil Zumhana.(beha/agazali).