JAKARTA | BritaHUKUM : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan RI, Asep Mulyana, mengabulkan sebanyak 25 permohonan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ) yang diajukan sejumlah Kejari di Indonesia. Kebijakan ini layak diapresiasi. Bayangkan, hanya dalam tempo sehari 25 perkara dikabulkan permohonan RJ.
Jampidum Asep Mulyana (Foto:.IST)
Jampidum Asep Mulyana, Selasa (26/11/2024), menyebutkan bahwa sebelumnya terhadap perkara-perkara tersebut dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
• Tersangka belum pernah dihukum.
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun.
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya..
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
• Pertimbangan sosiologis.
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya Jampidum Asep Mulyana memerintahkan para Kajari dan Kacabjari untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (bha/kp/agazali).