JAKARTA | BritaHUKUM.com : Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan RI, Prof Asep Mulyana, mengabulkan 7 Permohonan Keadilan Restorative Justice yang diajukan sejumlah kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) di Indonesia.
Jampidum Asep Mulyana. (Foto: IST).
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, di Jakarta, Senin (21/10/2024), menyebutkan bahwa sebelumnya terhadap perkara-perkara tersebut dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual.
Dari 7 perkara di hentikan berdasarkan Restorative Justice 6 perkara pidana umum dan 1 perkara narkotika.
Adapun keenam perkara tersebut adalah:
1. Tersangka Nursidin alias La Sidi bin La Hodo dari Kejaksaan Negeri Muna, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Muflihun alias La Mopu bin Balidin dari Kejaksaan Negeri Muna, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Rifan alias La Rifan bin La Halia dari Kejaksaan Negeri Muna, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Fried Paulus Pesingkai, S.Kep dari Kejaksaan Negeri Alor, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka M. Daffa Al Aziz Hutagalung bin Okto A. Hutagalung dari Kejaksaan Negeri Muaro Jambi, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Fahrid Ramadhan alias Fahrid bin Niko dari Kejaksaan Negeri Konawe, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
• Tersangka belum pernah dihukum.
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun.
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
• Pertimbangan sosiologis.
• Masyarakat merespon positif.
Selanjut, kata Jampidum, para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restorative atau Restorative Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas Asep Mulyana.
Adapun berkas perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif adalah perkara narkoba yaitu Tersangka Arsad alias Tole bin Samad dari Kejaksaan Negeri Karawang yang disangka melanggar Primair Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Subsidair: Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 tentang Narkotika.
Alasan disetujuinya permohonan rehabilitasi terhadap para Tersangka yaitu:
• Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, para Tersangka positif menggunakan narkotika;
Berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, para Tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user).
• Tersangka tidak pernah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
• Berdasarkan hasil asesmen terpadu, para Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika.
• Tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang;.
• Tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, dan kurir terkait jaringan narkotika.
Selanjutnya, tambah Asep Mulyana, Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan RJ .
“Sesuai Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan RJ sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa,” pungkas Jampidum Asep Mulyana. (bha/kp/agazali).