JAKARTA | BritaHUKUM.com : Jampidum Kejaksaan RI, Asep Mulyana, menyetujui sebanyak 14 perkara dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Jampidum Asep Mulyana (Foto: IST).
Menurut keterangan yang dikumpulkan menyebutkan, perkara tersebut terdiri dari 13 perkara pidana umum biasa dan 1 perkara narkoba.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, di Jakarta, Selasa (30/07/2024), mengatakan, sebelumnya perkara tersebut terlebih dahulu dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Asep Mulyana.
Perkara-perkara tersebut adalah :
1.Tersangka Moh Lutfi bin Sawi dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, yang disangka melanggar 362 KUHP tentang Pencurian.
2.Tersangka Riadi bin Rubikan dari Kejaksaan Negeri Jombang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Perbuatan Penganiayaan.
3.Tersangka Hadrawa binb Tamun dari Kejaksaan Negeri Sumenep, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4.Tersangka Taufik Hidayatullah bin Mistar dari Kejaksaan Negeri Sumenep, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
5.Tersangka Oktavian Rizky Waluyo als Tigor bin Panca Waluyo dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
6.Tersangka Mohamad Agusalim St bin Alm Mukhson dari Kejaksaan Negeri Kota Kediri, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7.Tersangka Muhammad Syafiuddin bin Kasmuji dari Kejaksaan Negeri Tuban, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8.Tersangka Saputra Ananda Suhenda bin Ifan Suhendra dari Kejaksaan Negeri Tuban, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan.
9.Tersangka Fifing Liasdori dari Kejaksaan Negeri Jember, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan.
10.Tersangka Rachmad Zulfian bin Alm Zulkifli dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
11.Tersangka Muhammad Helmi bin Ramli dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang penadahan.
12.Tersangka Muhammad Irsan Lestaluhu dari Kejaksaan Negeri Halmahera Tengah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penadahan.
13.Tersangka Nadia binti Pauzi dari Kejaksaan Negeri Bangka Barat, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
• Tersangka belum pernah dihukum.
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
• Pertimbangan sosiologis.
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Asep Mulyana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Asep Mulyana.
Jampidum Asep Mulyana juga mengabulkan permohonan RJ atas nama Tersangka Agus Suprajogi bin Suyoto (Alm) dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 112 Ayat (1) jo. Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Pasal 127 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Alasan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yaitu:
• Tersangka hanya sebagai penyalahguna narkoba untuk dirinya sendiri (end user).
• Tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar dan kurir terkait jaringan gelap narkotika.
• Tersangka bukan merupakan residivis kasus narkotika.
• Tersangka tidak pernah dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO).
• Terdapat Surat Keterangan Hasil Pemeriksaan Narkotika Nomor: SKHPN-4423/II/3500/2024/BNN atas pemeriksaan urin dengan hasil Amphetamine.
• Positif, Morphine/Opiate: Negatif, Ganja/Marijuana: Negatif, Coccaine : Negatif, Metamphetamine:
• Postif, Benzodiazepine:
• Negatif dan pada hasil pemeriksaan hasil fisik ditemukan tanda tanda menggunakan narkotika
Barang bukti berjumlah 4 butir pil ekstasi dan berdasarkan SEMA Nomor 4 Tahun 2010 tentang penempatan penyalahguna, korban penyalahgunaan dan pecandu narkotika dalam lembaga rehabilitasi medis kesehatan dan sosial. Untuk kelompok MDMA (Ekstasi) jumlah penguasaaan atau kepemilikan pada saat tertangkap tangan maksimal 2,4 gram atau 8 butir.
• Tersangka belum pernah dilakukan rehabilitasi.
• Sudah ada Surat Rekomendasi Tim Asesmen Rerpadu BNN Provinsi Jawa Timur dan tim dokter yang menyatakan dan kesimpulan terhadap tersangka layak untuk direhabilitasi
Tersangka rencananya akan dilakukan rehabilitasi di Balai Rehab Adhyaksa RS Jiwa Menur Surabaya.
Selanjutnya, Jampidum Asep Mulyana memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Hal ini berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa,” pungkas Asep Mulyana. (bha/kp/aefendy/agazali).