SAMARINDA | BritaHUKUM.com : Sidang Kasus korupsi Dana Desa (DD), Anggaran Dana Kampung (ADK), dan Bantuan keuangan (bankeu) Kampung Sirau, Kecamatan Long Pahangi, Kabupaten Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur (Kaltim), dengan mendudukan 4 tersangka memasuki tahap pembacaan Pledoi dari Penasihat Hukum terdakwa menanggapi tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yang di gelar di Pengadilan Tipikor PN Samarinda, Selasa (14/5/2024).
Sidang Pledoi Perkara Korupsi Dana Desa, ADK Bankeu Kampung Sirau Kubar, di Pengadilan Tipikor PN Samarinda, Selasa (14/5/2024). (Foto: bh).
Ke empat terdakwa yang digiring JPU Kejaksaan Negeri Kubar antara lain Terdakwa I. Yulianus Hurang (Kepala Kampung Sirau), Terdakwa II. Onis Imus (Sekertaris Kampung Sirau), Terdakwa III. Markus Busang dan Terdakwa IV. Beno Daud Tingang.
Penasihat Hukum Para Terdakwa, Yahya Tobang Tongqing, SH. (Foto: Istimewa)
Penasihat Hukum Terdakwa I, II, dan III, Yahya Tonang Tongqing, SH yang membacakan Pledoibya secara terpisah mengatakan, mengajukan Pembelaan terhadap Tuntutan yang diajukan Penuntut Umum, yang mana Para Terdakwa diatas telah didakwa dalam surat dakwaan berbentuk subsidair oleh Jaksa Penuntut Umum lalu kemudian dituntut melanggar Pasal 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Bahwa untuk diketahui selama ini baik saya Penasihat Hukum maupun Para Terdakwa sangat meletakkan harapan dan kepercayaan kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini sebagai “garda terakhir untuk pencari keadilan” yang hendak membuktikan dirinya tidak berniat melakukan kejahatan sebagaimana didakwakan kepadanya, demikian pula apakah dirinya menyimpan niat jahat (voornemen) atau melakukan perbuatan melawan hukum (wederrechtelijk) seperti yang dituduhkan didalam surat dakwaan, jelas Yahya Tonang dalam Pledoinya.
Penasihat Hukum Yahya Tonang memaparkan, For informandum, sebagaimana fakta persidangan bahwa perkara ini terkesan unik, dimana terlihat jelas sikap Penyidik Kepolisian yang terkesan apatis dalam penetapan Tersangka sejak awal Penyidikan.
Coba perhatikan keterangan saksi a charge, bahwa hampir sebagian saksi dalam persidangan sebenarnya berpotensi kuat sebagai pelaku tindak pidana, namun kenyataannya hanya disematkan status sebagai “saksi a charge”, bahwa diketahui pula beberapa saksi telah mengembalikan uang kelebihan belanja sama seperti Para Terdakwa, namun anehnya ada pula saksi yang nyata tidak mengembalikan uang namun tidak ditetapkan sebagai Tersangka, bukankah teknik Penyidikan seperti ini terkesan apatis dan tentunya tidak professional dimata hukum.
“Jadi menurut Penasihat Hukum hal ini harus ada evaluasi terhadap kinerja Penyidik, karena jika terus seperti ini maka dapat dipastikan kualitas penyidikan dan penuntutan akan dinilai buruk dimata masyarakat,” ujar Yahya Tonang.
Selanjutnya dikatakan, bawhwa didalam persidangan diketahui pula objek sitaan adalah uang dan barang, maka menurut Penasihat Hukum mestinya uang sebagai barang bergerak perlu ditampilkan didepan persidangan guna lebih meyakinkan Majelis Hakim bahwa uang itu benar ada, bukankah foto atau gambar hanyalah sebuah bentuk demonstrative evidens, atau minimal Penuntut Umum memperlihatkan bukti penyetoran uang ke Kas Daerah dalam bentuk surat tanda penyetoran (STP) sehingga dapat diyakini uang tersebut benar-benar telah kembali ke Negara, namun sayangnya Penuntut Umum dalam persidangan ini hanya mampu menampilkan bukti tanda terima uang dari para Terdakwa ke Penyidik Kepolisian dan tidak ada penjelasan dimana uang bukti tersebut disimpan selama waktu hampir 1 (satu) tahun sejak Penyidikan dimulai, apakah disimpan didalam brangkas? Apakah didalam rekening Bank Kepolisian atau Kejaksaan? Atau justru sudah masuk ke Kas Daerah? Pertanyaan ini tidak terjawab dalam persidangan.
Bahwa keberadaan barang bukti uang ini penting diketahui agar masyarakat khususnya para saksi dan Terdakwa tau bahwa uang pengembalian dari mereka yang tidak tercatat oleh Tim BPKP Provinsi Kalimantan Timur itu tetap aman hingga saat ini, dan tentunya hal ini dapat menjadi dorongan motivasi bagi setiap orang bermasalah hukum dengan dugaan tindak pidana korupsi agar bersemangat untuk mengembalikan uang walaupun misalnya mereka harus tetap dihukum, karena yang diharapkan Negara ini adalah pemulihan ekonomi dan keuangan, bukan semata-mata hukuman badan.
Bahwa walau demikian Penasihat Hukum tetap berterima kasih kepada jajaran Kejaksaan Negeri Kutai Barat yang taat dan patuh pada himbauan Kepala Kejaksaan Agung RI sebagaimana pidatonya di hadapan Mendagri dan seluruh jajaran Kejaksaan RI, juga inspektorat seluruh Nusantara sekira tanggal 20 November 2023.
Bahwa didalam pertemuan tersebut Kejagung menyampaikan kepada anggota Kejaksaan wajib merenungkan dulu sebelum Kepala Desa dijadikan objek pemeriksaan, kembalikan dulu ke Inspektorat dan beri penilaian se-objektif mungkin apakah ada mens-rea atau tidak?, sementara dalam peristiwa a quo, Penasihat Hukum berpendapat bahwa perkara ini adalah pekerjaan Kepolisian Resor Kutai Barat lalu diteruskan kepada Kejaksaan Negeri Kutai Barat sehingga wajar jika Kejaksaan Negeri Kutai Barat mau tidak mau menerima berkas yang dalam asumsi Penasihat Hukum jika penyelidikan itu dilakukan pihak Kejaksaan, maka sudah pasti petunjuk Kejagung diatas akan dipatuhi.
Sebagai Kuasa Hukum terdakwa, Yahya Tonang, SH mengatakan bahwa fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan setelah menghadirkan saksi-saksi a charge dan Ahli Pidana dari Penuntut Umum, maka dapat disimpulkan secara singkat dan padat bahwa para terdakwa tidak terbukti melakukan tindakan korupsi.
Bahwa diketahui pula ternyata faktanya pekerjaan yang dilakukan menggunakan Dana Desa (DD), Anggaran Dana Kampung (ADK), dan Bantuan keuangan (bankeu) Kampung Sirau telah terlaksana secara keseluruhan dengan sempurna, tidak ada proyek fiktiv atau mangkrak, bahkan benefit proyek yang ada telah dirasakan oleh masyarakat hingga saat ini.
Sebagaimana tututan JPU, Penasihat HuKum Yahya Tonang mengatakan bahwa unsur Pasal 2 UU Pemberantasan Tipikor ini menurut Penasihat Hukum tidak tepat dikenakan kepada para Terdakwa, alasannya tidak ada konformitas antara anasir Pasal 2 UU Tipikor dengan eksistensi para terdakwa.
Bahwa menurut Penasihat Hukum bisa saja tidak terjadi kerugian keuangan Negara pasca para saksi dan Terdakwa telah mengembalikannya? Oleh sebab itu tidak alasan bahwa Negara mengalami kerugian sebanyak Rp 978.445.124,17., hal ini terungkap setelah Penasihat Hukum meminta Penuntut Umum memperihatkan bukti tanda terima uang dan barang dari para Terdakwa dan saksi, ternyata sudah 5 (lima) bulan yang lalu yaitu sejak Desember 2022 sampai Januari 2023 sebelum dilakukan audit BPKP Prov. Kaltim ternyata para Terdakwa dan saksi telah mengembalikan uang dan barang, maka dengan demikian menurut Penasihat Hukum unsur ini tidak terpenuhi.
Jika melihat dari tuntutan (requisitoir), menurut persepsi penasihat hukum ini adalah tuntutan sangat berat. Terlihat dalam tuntutan, terdakwa I Yulianus Hurang, dibebankan sendiri pidana tambahan berupa uang Rp 519.040.124,17 atau jika tidak dibayar akan diganti pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 8 (delapan) bulan.
Oleh karena itu Penasihat Hukum terdakwa memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar berkenan menimbang dan memberikan Putusan yang adil yakni,
1. Membebaskan terdakwa I Yulianus Hurang dan Terdakwa II Onis Imus, 2. Menyatakan terdakwa bebas dari Tuntutan baik secara formiil maupun materiil (vrijpraak), 3. Menyatakan terdakwa I Yulianus Hurang dan Terdakwa II Onis Imus tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana dimaksud Pasal 2 dan pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi, dan segera membebaskan terdakwa dari tahanan seketika setelah Putusan diucapkan, 4. Merehabilitasi nama baik terdakwa I YULIANUS HURANG dan Terdakwa II ONIS IMUS, ucap Penasihat Hukum Terdakwa, Yahya Tonang Tongqing, SH dalam permohonan Pledoinya. (bh/agazali).