Kejari Samarinda Terbitkan SKP2 Untuk 3 Tersangka Berdasarkan RJ
SAMARINDA | BritaHUKUM.com : Setelah mendapat persetujuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Justice (RJ) dari Jam Pidum Kejaksaan Agung Fadil Zumhana, Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) untuk 3 tersangka, Senin (5/2/2024).
Kasi Pidum Kejari Samarinda Indra Rivani mewakili Kejari Samarinda, menyerahkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) kepada 3 tersangka berdasarkan RJ, Senin (5/2/2023). (Foto: Istimewa).
Kasi Inteljen Kejari Samarinda, Erfandy Rusdy Quiliem, S.H mengatakan, adapun penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) yang dilakukan terhadap 3 orang Tersangka sebadai berikut:
1. Tersangka Reza Pahlawan Bin Agus Salim (alm) yang disangka telah melakukan perkara Tindak Pidana Penggelapan sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalam Pasal 372 KUHP terhadap Korban atas nama Michael Falenthio Chayana.
|
2. Tersangka Muhammad Ridwan Bin Syaipul Basri yang disangka telah melakukan perkara Tindak Pidana Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 terhadap Korban atas nama Agus Kurniawanto (Alm) yang diwakilkan oleh Keluarga Korban.
3. Tersangka Verdi Aditya S Bin Syamsuddin (Alm) yang disangka telah melakukan perkara Tindak Pidana Perbuatan Tidak Menyenangkan sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP terhadap Korban atas nama Farida Binti Muhammad Sabri (Alm).
Penyerahan SKP2 kepada ketiga tersangka dilakukan oleh Kasi Pidum Kejari Samarinda, Indra Rivani, S.H., M.H. mewakili Kejari Samarinda, Firmansyah Subhan disaksikan oleh Jaksa Fasilitator, Korban, Keluarga Korban, Keluarga
Tersangka, Staff Seksi Tindak Pidana Umum dan Tokoh Masyarakat, bertempat di ruang Lamin Kantor Kejaksaan Negeri Samarinda, jelas Kasih Inteljel Erfandy Rusdy.
Erfandy Rusdy juga mengatakan, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
– Tersangka belum pernah dihukum;
– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” pungkas Kasi Inteljen Erfandy Rusdy. (beha/agazali).