JAKARTA | BritaHUKUM.com : Jampidum Kejaksaan Agung, Prof Dr Asep Nana Mulyana, S.H,.M.H, kembali menghentikan penuntutan 14 perkara melalui mekanisme Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
Jampidum Asep Mulyana (Foto: IST)
Jampidum Asep Mulyana di Jakarta, Rabu (31/7/2024), menyebutkan, perkara yang dihentikan penuntutannya itu adalah :
1. Tersangka Asep Mulyana bin Nurhasan (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung, yang disangka melanggar 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP
2. Tersangka Mailer Makaenas alias Aleng dari Cabang Kejaksaan Negeri Kotamobagu di Dumoga, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Perbuatan Penganiayaan.
3. Tersangka Arman Gunawan als Kemen bin Encang dari Kejaksaan Negeri Cimahi, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Mukti Yanti binti Wasiman (Alm) dari Kejaksaan Negeri Cimahi, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
5. Tersangka Sansan Muhamad Sabiq bin M. Suhaeli dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Wildan Hasugian bin Jaminter Hasugian (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
7. Tersangka Khalid Saeful Amri bin Iso Sopandi dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
8. Tersangka Dita Meilani Zulkarnaen binti Atep Zulkarnaen dari Kejaksaan Negeri Cilacap, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
9. Tersangka Tarudi alias Rudi bin Darso dari Kejaksaan Negeri Pemalang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
10. Tersangka I Farzan Laode alias Fazran dan Tersangka II Ilham Laoweya alias Tisen dari Kejaksaan Negeri Gorontalo Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
11. Tersangka Rifki alias Iki bin Yusuf dari Kejaksaan Negeri Palangkaraya, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) dan Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan/atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
12. Tersangka Arta Wijaya Saputra, S.Sos. bin Popo Natawijaya (Alm) dari Kejaksaan Negeri Sarolangun, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) dan Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
13. Tersangka Suryanto als Yanto bin Doto (Alm) dari Kejaksaan Negeri Tebo, yang disangka melanggar Primair Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan Subsidair Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Jampidum juga mengatakan, alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif Justice ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jampidum Asep Mulyana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ)
“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” terangnya.
Jampidum Asep Mulyana juga mengabulkan 1 permohonan RJ perkara narkoba, yakni atas nama tersangka Robi Mahendra bin M. Tamin Nurdin dari Kejaksaan Negeri Aceh Selatan, yang disangka melanggar Kesatu Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahu 2009 tentang Narkotika atau Kedua Pasal 112 Ayat (1) jo. Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau Ketiga Pasal 127 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Alasan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yaitu:
• Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik, Tersangka positif menggunakan narkotika;
• Berdasarkan hasil penyidikan dengan menggunakan metode know your suspect, Tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir (end user);
• Tersangka ditangkap atau tertangkap tanpa barang bukti narkotika atau dengan barang bukti yang tidak melebihi jumlah pemakaian 1 hari;
• Berdasarkan hasil asesmen terpadu, Tersangka dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan narkotika, atau penyalah guna narkotika;
• Tersangka belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali, yang didukung dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang;
• Ada surat jaminan Tersangka menjalani rehabilitasi melalui proses hukum dari keluarga atau walinya.
Selanjutnya, Jampidum Asep Mulyana memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Selatan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
“Hal ini juga berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa,” pungkasnya. (bha/kp/aefendy/agazali)